Kain Sasirangan asal Kalimantan Selatan
Mengawali tulisan saya di blog ini saya akan menyapa dengan salam penyemangat kita. Salam Literasi.
Kali ini saya akan mengajak pembaca untuk jalan-jalan sebentar ke Kalimantan Selatan. Saya akan bercerita sedikit mengenai salah satu jenis kain yang ada disini. Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam suku dan budaya. Kain tradisional yang ada di Indonesia sendiri cukup banyak dan beragam. Salah satunya adalah Kain Sasirangan.
Mengapa saya sebut kain ini sebagai kain calapan? Tentu karena salah satu proses pembuatannya adalah dengan di calap (bahasa banjar dari kata di celup). Para pengrajin Sasirangan biasanya menyiapkan selembar kain putih sebagai bahan utama pembuatan, setelah itu dilanjutkan dengan membuat polanya sesuai dengan yang dikehendaki, yang cukup unik dan menarik disini pola ini dihasilkan dengan cara dijahit dengan teknik jahit jelujur ditarik hingga membentuk kerutan. Kain yang telah dijahit sesuai pola yang ada akan dicalap atau dicelupkan kedalam air yang telah diberi zat pewarna. Semua bagian kain yang dicelup akan berwarna seperti warna yang kita berikan terkecuali pada bagian yang dijahit atau kerutan. Bagian yang dijahit atau dijelujur ini akan tetap berwarna putih. Nah, disini jika kita ingin memperoleh lebih dari satu warna kita bisa melakukan proses pencoletan warna pada bagian yang kita kehendaki.
Kain akan di cuci ketika telah melalui proses pewarnaan. Sebaiknya untuk proses pengeringan atau penjemjuran tidak usah langsung terkena paparan sinar matahari langsung agar hasil yang diperoleh menjadi lebih bagus. Setelah kering tentunya tinggal proses finishing atau disetrika. hal ini dilakukan sebagai tahap penyempurnaan agar kain sasirangan yang dibuat menjadi lebih halus dan rapi.
Mengapa Judul yang saya tuliskan diatas adalah hikayat? Ya, karena selembar kain calapan ini memiliki sebuah hikayat. Saya tidak begitu pandai bercerita tetapi saya akan mulai bercerita sedikit hikayat dari selembar kain calapan ini.
Sejarah
Kain Sasirangan pada umumnya digunakan pada acara- acara adat suku Banjar. Menurut sejarah yang saya ketahui, kain yang diberi nama sasirangan yang berarti menyirang atau menjelujur ini berasal dari warisan sakral abad ke XII saat Lambung Mangkurat menjadi patih Negara Dipa. Lambung Mangkurat adalah merupakan pengucapan orang Banjar untuk Lambu Mangkurat yang merupakan Raja Ke-2 atau pemangku Kerajaan Negara Dipa yang merupakan cikal bakal Kesultanan Banjar. Dahulu kain sasirangan tidak diproduksi seperti saat ini. Kain ini dibuat dan diwarnai sesuai warna dan permintaan orang yang akan menggunakannya untuk proses pengobatan atau dalam bahasa banjar disebut dengan "batatamba". Kain sasirangan diwarnai dengan pewarnaan alami dengan menggunakan tumbuhan yang diperoleh dari alam. Kain ini digunakan sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan jenis penyakit tertentu.
Saat ini
Namun saat ini kain sasirangan sendiri juga sudah banyak diproduksi. Pembuatan kain sasirangan sendiri tidak lagi hanya dilakukan secara manual atau tradisional. Tetapi banyak juga yang diproduksi dengan proses printing dan pewarna sintetis atau buatan. Kegunaannya sebagai salah satu sarana pelengkap dalam terapi pengobatan pun sudah mulai jarang terdengar di telinga khalayak modern masa kini.
Beragam Motif Sasirangan
Ada beragam motif dari kain sasirangan. Namun motif yang digunakan untuk proses pengobatan yang saya ketahui ada beberapa diantaranya motif Naga Balimbur yang terinspirasi dari sebuah dongeng masyarakat Banjar yang menceritakan tentang seekor Naga yang tengah mandi disungai saat pagi hari dengan riang gembira. Motif Naga Balimbur ini digunakan untuk mengobati sakit kepala yang menusuk ataupun pusing. Kemudian motif Bayam Raja mengandung makna leluhur yang bermartabat digunakan untuk pengobatan stress. Motif berikutnya adalah motif Kangkung Kaombakan, kita pasti mengetahui bahwa tumbuhan jenis ini adalah tumbuhan yang memiliki batang yang kuat dan tidak mudah patah meski diterjang gelombang air, motif Kangkung Kaombakan ini dipercaya ampuh untuk mengobati sakit kepala yang bergoyang, Yang terakhir adalah motif Ular Lidi merupakan simbol kecerdikan yang juga diperoleh dari salah satu dongeng masyarakat Banjar. Motif yang berbentuk lengkung kecil ini digunakan untuk pengobatan sakit kepala yang menusuk- nusuk mata.
Penutup tulisan ini saya akan memberikan sebuah puisi yang saya buat sendiri terkait kain Sasirangan semoga berkenan.
Selembar Hikayat “Kain Calapan” Sasirangan
Oleh Isnawati, S.Pd
Aku, entah, generasi ke berapa
dari kain bernama Sasirangan ini
Aku mendapat warisan dari ibuku
Ibuku diwariskan oleh nenekku
Nenekku memperolehnya dari datukku
Aku, duduk termenung, menatap tiap lembarannya
Bingung betul awal mulanya
Tapi Ilmu yang turun - temurun menerangi
sebuah Mahakarya
Aku mulai memasang mata pada tiap
aneka warna
Kuning, merah, biru beradu
Terhempas dalam tenun yang erat
menyatu
Selembar hikayat itu melambai-
lambai padaku
Terdengar bisikan dari sebuah
“Kain Calapan”
Suaranya sendu mengalun dari jauh
, dikali pertama abad dua belasan
Jemariku tak kenal lelah bermain-main
Mengikuti tiap teknik tusuk
jelujur yang menyatu padu
Aneka motif pun tercipta meliuk
Serat panjang hasil pintalan
kapas terjalin
Saling bergandeng merekat erat
ditanganku
Alam menyeruak bercengkerama
bahagia
Pokok rumpun kehidupan tertangkap
lensa mataku, mereka menari-nari dari balik alas bumi
Lapisan indah terluar terkoyak
lembut menjadi guna
Hamparan rempah terkunyah dalam
baluran warna senja
Tiap partikelnya menyatu padu
dalam kancah alami warna
Alami sebelum hujan industri masa kini...
Kain Sasirangan Hikayatmu kini...
mantap Bu
BalasHapusTerimakasih Bu...
HapusIbu tulisannya menginspirasi dan menyadarkan bahwa Indonesia kaya budaya dan etnik nusantara yg wajib dilestarikan
BalasHapusTerimakasih Bu Kanjeng...
HapusWoow puitis sekali. Ayo kita buat antologi puisi bersam Bu kanjeng. Mampir ke cakinin.blogspot.com
BalasHapusTerimakasih Cak Inin...
HapusSasirangan motif lokal, keren
BalasHapusTerimaksih Bu Fuyi
Hapusmantap bu menamah wawasan buat saya
BalasHapusTerimakasih Bu...
HapusMantap ini... Bisa dong dikirimin kain sasirangannya
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusHehehe... Terimakasih Pak...
HapusMantap sis, semangat terus💪💪 dan lanjutkan.
BalasHapusHore....kwnku komen..mksih sist...
HapusSemangat 💪
BalasHapusTermksih ,😁
HapusBungasnya
BalasHapusTrmksih...
HapusCantik
BalasHapusTrmksih...
HapusTulisan yang bagus bermakna budaya❤️sukses terus ya��
BalasHapusAmin...Termksih Bu Mahrita 😁
HapusKereennn.. Semangat.. semangat.. terus berkarya..
BalasHapusTerimakasih...
HapusSaya jadi teringan ketika sekolah PGAN Banjarmasin, tahun 1988, salah satu kegiatan ekstrakurikuler yg diberikan kepada kami siswa calon guru agama Islam adalah membuat kain sasirangan.
BalasHapusTujuannya tiada lain adalah untuk mewariskan budaya bangsa kepada generasi muda calon guru, yg juga diharapkan bisa mewariskan kepada generasi muda berikutnya.
30 tahun lebih pengajaran itu telah diberikan dg ikhlas oleh para guru guru yang sederhana dan alim agar mencintai negeri sesendiri melalui kain sasirangan.
Artikel selembar hikayat kain calapan betul-betul menggugah ingatan kembali pada sebuah keikhlasan hati dalam membangun generasi muda agar cinta budaya sendiri.
Kereeeeen......
Masya Allah...
HapusSemoga kita terus dapat melestarikannya Pak...
Benar-benar luar biasa apa yang dilakukan oleh guru-guru disana...
Terimakasih Pak