Tantangan Menulis - BUBUR AYAM

Bubur Ayam...

Nikmatnya bubur di pagi hari, teksturnya lembut meluncur melalui mulut ke tenggorokanku. Sesekali kriuk kerupuk terdengar meramaikan suasana pagi ini. Mungkin seperti inilah filosofi kehidupan, ketika ada tekstur yang lembut sesekali tekstur yang keras muncul dalam aksi berkolaborasi. Problematika kehidupan begitulah adanya, terkadang kita harus tegas dalam sebuah kelembutan. Atau sebaliknya terkadang pula tidak semua masalah atau problem harus diselesaikan dengan kekerasan. 

Seteguk tirta mulai mendinginkan suasana, unsur Hidrogen dan Oksigen menyatu lembut membentuk sebuah senyawa H20 penuh manfaat dari sebuah kendi tua turun temurun keluarga kami. Benar saja sajian bubur yang hangat ini semakin nikmat ku santap dengan ditemani lumatan cabai nan merah merekah. Pedas nikmat,  gurih semua menyatu dalam kancah rasa di tiap lekukan lidahku. Luar biasa.

Pelan-pelan ku tatap bulir-bulir nasi yang telah halus menjadi bubur, ku bayangkan pula bagaimana prosesnya. Sejenak aku seperti larut dalam sebuah lorong waktu menuju ke masa Perang Badar silam. Dimana Rasulullah SAW berjuang kala itu. Beliau dan sahabat lainnya sempat kekurangan makanan, dimana makanan yang telah dimasak, yakni bubur, tidak mencukupi dengan jumlah tentara yang banyak. Sehingga beliau berinisiatif mencampurkan semua bahan makanan yang ada, hingga terciptalah bubur yang berbeda yaitu bubur asyura. Bubur jenis ini wajib dicoba oleh para pecinta bubur lainnya. Rasanya tak kalah sedap dengan bubur original.

Sekejap tak terasa sendokan buburku sudah sampai pada sendokan ke tiga, lembut nikmat lezat sekali, benarlah ketika orang ramai berkata bilamana nasi telah menjadi bubur tidak akan berubah kembali menjadi nasi. Dalam kehidupan tentu banyak hal sudah yang kita lalui, lika liku kehidupan, pahit manis dan terjalnya semua telah dilalui. Mengambil suatu keputusan tentu adalah hal yang mudah jika tanpa melalui suatu proses pertimbangan dan pemikiran. Entah itu keputusan yang menyangkut orang lain ataupun diri sendiri. Semua perlu pemikiran dan pertimbangan. Jangan sampai menyesal dikemudian.

"Kamu Tim Aduk atau tidak?" Pertanyaan ini terdengar di telingaku. Rupanya adikku yang sedari tadi diam menikmati sajian bubur yang ada tiba-tiba menggodaku dengan pertanyaannya. Lantas aku jawab saja dengan menyodorkan sisa bubur di mangkukku yang menjelaskan segalanya. 

Bubur yang nikmat ini menyatu jadi satu. Mungkin aku tipe yang suka mengkolaborasikan sesuatu. Bagiku nikmat ketika menyantap sesuatu dengan sekali kunyah dalam aneka rasa. Ada empuknya irisan daging ayam, renyahnya kerupuk dan bawang goreng, kaldu yang hangat, pedasnya lumatan cabai sungguh nikmat.

Lain lagi dengan adikku yang sajiannya masih tertata rapi di mangkuknya. Masing-masing bagian bubur tetap pada tempatnya. Baginya memang begitulah nikmatnya menyantap sajian ini. Lantas apakah kami harus saling bertikai atas perbedaan ini? Tentu tidak. Dalam kehidupan, perbedaan itu adalah hal biasa, tinggal bagaimana kita menghargai pendapat orang lain, bagaimana kita harus saling menghargai.

Menjadi tenaga pendidik pun demikian, seperti apa yang disampaikan Kihadjar Dewantara, yang mengibaratkan siswa seperti biji-bijian. Ada biji jagung, padi, dan lain-lain. Mereka semua berbeda, baik bakatnya, minatnya dan waktu bertumbuhnya. Guru ibarat sebagai petani, bagaimana kita merangkul semua perbedaan itu dan mewadahinya. Bagaimana seorang petani memberikan tanah yang baik dan gembur, pupuk dan sinar matahari yang cukup, serta perawatan yang baik yang dibutuhkan mereka. Pendidikan harus mampu mewadahi semua perbedaan siswa. Memberikan pembelajaran bermakna dan menyenangkan. 

"Hey, sudah selesai belum!" Seru seseorang menepuk bahuku. Benar saja, ludes tak tersisa bubur di mangkukku. Alhamdulillah, nikmat mana yang kau dustakan. Segala Puji bagi Allah yang telah menumbuhkan berbagai bentuk biji-bijian dan tumbuhan hingga dapat kami olah menjadi berbagai sajian.

Salam sehat salam Literasi! 

Banjarmasin, 28 Desember 2020.


 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

3 Resep Sukses Guru yang Pendiam Dalam Mengelola Kelas

Sebuah Pencerahan

Menu Yang Menggugah Selera